Kerawang infocom bogor.com .Tahun ajaran baru 2025 telah tiba. Di sudut sebuah rumah sederhana di pinggiran kota Karawang, seorang remaja bernama Ardi terduduk lemas memandangi layar ponselnya yang memunculkan satu kalimat singkat namun menyayat hati: “Maaf, Anda tidak lolos seleksi SPMB 2025.”
Air matanya menetes tanpa bisa ditahan. Bukan karena ia tidak belajar, bukan pula karena nilainya tak cukup. Justru sebaliknya—Ardi adalah siswa berprestasi, selalu masuk tiga besar sejak kelas 7 hingga lulus SMP. Ia punya semangat, punya cita-cita, dan punya tekad kuat untuk masuk ke SMA Negeri favorit, sekolah impiannya sejak lama.
Namun semua runtuh karena satu hal: sistem.
Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 kini makin ruwet. Jalur zonasi (domisili) berubah, kuota prestasi makin sempit, dan proses verifikasi membingungkan. Ardi sebenarnya memenuhi syarat prestasi, tapi rumahnya hanya beberapa meter di luar batas zonasi yang ditentukan. Ia mencoba jalur afirmasi—ditolak. Coba jalur perpindahan orang tua—gagal, karena sang ayah sudah tiada.
Satu per satu harapannya digulung oleh aturan yang tak berpihak pada anak-anak seperti dia.
Ibunya hanya bisa memeluknya, menahan isak yang tak kalah dalamnya. Mereka tahu, tak ada yang bisa dilakukan selain menerima kenyataan. Ardi akhirnya mendaftar ke sekolah swasta yang jaraknya jauh dan biayanya pun tak ringan. Ibunya yang semata wayang kini harus bekerja dua kali lipat agar Ardi tetap bisa sekolah.
Dan setiap pagi, saat melewati gerbang sekolah negeri impiannya—Ardi hanya bisa menoleh sejenak, menelan perih, lalu melanjutkan langkah dengan hati yang patah namun masih menggenggam harapan.
“Aku gagal bukan karena aku bodoh. Aku hanya tak cukup dekat… dengan garis di peta.” katanya lirih.
Sebuah mimpi yang seharusnya sederhana—menjadi rumit karena sistem yang tak semua anak bisa pahami, apalagi lawan. Dan di tengah gegap gempita pendidikan, kisah Ardi menjadi potret kecil dari ratusan ribu anak lain yang bermimpi… lalu terbangun, hanya untuk menatap pintu yang tak pernah terbuka.
Harusnya adanya sistem itu mempermudah bukannya malah mempersulit dan rumit kayak gini..
Kenpa masih minat ke sekolah negeri karena ga semua orang tua mampu sekolahkan anaknya ke swasta..
Editor: kang buyur
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.